Postingan

#4

Kamu yang senang dengan batas, yang rajin membuat cemas. Apa kabar?  Masih ingat dengan kertas yang pernah membawa asa? Kemudian menyanyikan lagu berdua. Iya. Kita pernah. Kemudian. Dalam jarak, dan tidak akan singgah lagi. Kini, Rindu hanya untuk saya, kamu tidak perlu. Ada air yang menari pada setiap lagu elegi, kamu tidak perlu tau. Asa? Bagaimana nanti saja.  hhh Semuanya, kamu jadikan abu. Aku kamu jadikan biru,  dan kamu tetap beku. Kamu.  Bukan rumah dan tak pernah ramah.  Tapi satu. Aku akan terus kembali.  # Amigdala - Ku Kira Kau Rumah

#tiga

aku bukan apa-apa, karena kamu segalanya. bukan masalah jika aku harus menulis saat patah. tidak apa-apa jika peduliku membuatmu marah.  dan bukan hal besar jika aku menangis dan marah.  aku bukan apa-apa, kamu segalanya. kamu boleh jadikan aku abu. kamu boleh sayatkan pisau. kamu boleh meniadakan aku. aku bukan segalanya.  aku redup. aku pudar. aku mati bukan aku, kamu segalanya, meskipun aku ada. tetap bukan apa-apa, karena segalanya aku adalah  kamu,

#2

seperti malam-malam sekitar 900 hari yang lalu. menulis ditengah malam dengan iringan lagu sendu. terkadang air mata jatuh. sudah lama rasanya tidak menulis dengan air mata. tetapi entah bagaimana akhir-akhir ini seperti deja vu. dalam satu minggu bisa dua sampai tiga kali. bisa dibilang, saya mulai takut. takut jika harus kembali pada masa 900 hari yang lalu. melewati malam-malam yang sepi. tertidur dengan suara tangis diri sendiri. kemudian terbangun dengan mata sembab. hah rasanya tidak ingin lagi. tetapi, jika memang harus. bukankah harusnya saya sudah bisa? karena saya pernah melewati itu?

#satu

Masih pagi,tapi sudah sendu. apa kabar? setelah sekian lama, akhirnya menyadari sesuatu. Menulis memang obat paling ampuh tanpa merepotkan orang lain. Jelas, yang lain pasti sudah jenuh jika saya bercerita tentang hal yang sebenarnya tidak begitu penting buat mereka, tapi selalu penting buat saya. Bukan. bukan berarti saya sudah tidak ingin bercerita dengan mereka. Saya tau, mereka juga punya masalahnya masing-masing yang mungkin lebih berat dari saya. jadi, saya tidak punya alasan untuk mengeluh dengan mereka. Malu. Malu untuk terus mengeluh, untuk masalah yang tidak seberapa. hehe tapi, saya juga butuh untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan. begitu. jadi, pilihannya tetap menulis kan? akhir-akhir ini, setelah pindah rumah. rasanya seperti melayang-layang. saya semakin tidak tau dimana yang namanya rumah. saya semakin merasa sendiri. saya semakin merasa apa yang saya lakukan ya sekedar karena saya masih hidup dan harus melakukan sesuatu. seperti............. melayang....

Terjebak Jarak Dan Rindu

Teruntuk dia yang terjebak rindu dan jarak. Dia yang tidak ragu,memberikan payungnya saat hujan. Membagi waktunya yang tidak banyak, untuk aku habiskan. Rela meghapus jarak, untuk sebuah pertemuan. Selalu memberi harapan indah atas jarak, tetapi tidak membuat kecewa. Percaya bahwa jarak ada untuk menguatkan. dan meyakinkan bahwa ragu tidak akan datang lagi. Dia yang tidak pernah habis dibicarakan. tidak pernah cukup dijabarkan oleh kata. dan tidak pernah tepat didefinisikan. Maaf, karena tidak bisa seperti dulu. Atas banyak hal yang perlahan berubah. Untuk pertemuan yang harus dijadwalkan. Juga untuk waktu yang lebih sempit. Untuk rindu yang juga menyerangmu. Aku terlalu ingin untuk selalu bersama, Selalu merasa lebih baik saat bersama. #This Wild Life - Better With You# -09-11-2016-

Lima Puluh Hari Pertama.

Rindu baik ketika tidak ada jarak, Jarak jahat ketika ada rindu. Aku tidak ingin memihak, karena aku benci keduanya. Jarak tidak lebih dari sebuah resah. ia membuat tidur jadi susah. Rindu juga tidak lebih indah, ia membuat air mata jatuh. Terus-terusan sendu karena keduanya. Menjadi terjaga saat orang lain tertidur. Menjadi sepi bahkan dikeramaian. Bahkan tertawa pun tetap diam. Rindu dan jarak, bisakah hadirkan pertemuan? Setidaknya tiga kali dalam satu minggu. karena lima puluh hari pertama ini rasanya sangat berat. -10-10-2016-

Bercerita tentang jarak

aku ingin bercerita tentang jarak Aku selalu tidak mengerti, mengapa jarak selalu meninggalkan rindu. Aku juga tidak pernah menyukai air mata dari sebuah jarak, meskipun selalu terselip sebuah harapan diantanya. Aku terlalu membencinya, sehingga tidak sulit bagiku untuk merasa tersiksa karenanya. Aku tidak tahu kapan ini selesai. Pada setiap malam sebelum ini, aku selalu meratapi jarak yang terjadi. Menagis kepada jarak, memohon pertemuan secepatnya. Menyesal atas jarak yang tercipta dan merasa tidak ada yang lebih buruk selain ini. Jarak menyita seluruh waktuku atas dia. Sejak, Tidak tahu sejak kapan Akhirnya Hingga jarak meyakinkan sebuah harapan diantara selipan air mata. Jarak mulai menjanjikan hal-hal indah, mulai menempatkan diri pada hati yang mulai percaya. Jarak mulai memberi arti yang lain dalam setiap rindunya,  mulai memberi kebahagiaan atas percayaku kepada jarak. Aneh sekali rasanya. Ketika jarak mulai menjadikan rindu sebagai hal yang menyenangkan, diman...